Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Sabtu, 12 Juli 2008

Membudayakan Cinta Lingkungan Hidup melalui Dunia Pendidikan

Dulu, Indonesia dikenal sebagai sebuah negeri yang subur. Negeri kepulauan yang membentang di sepanjang garis katulistiwa yang ditamsilkan ibarat untaian zamrud berkilauan sehingga membuat para penghuninya merasa tenang, nyaman, damai, dan makmur. Tanaman apa saja bisa tumbuh di sana. Bahkan, tongkat dan kayu pun, menurut versi Koes Plus, bisa tumbuh jadi tanaman yang subur.

Namun, seiring dengan berkembangnya peradaban umat manusia, Indonesia tidak lagi nyaman untuk dihuni. Tanahnya jadi gersang dan tandus. Jangankan tongkat dan kayu, bibit unggul pun gagal tumbuh di Indonesia. Yang lebih menyedihkan, dari tahun ke tahun, Indonesia hanya menuai bencana. Banjir bandang, tanah longsor, tsunami, atau kekeringan seolah-olah sudah menjadi fenomena tahunan yang terus dan terus terjadi. Sementara itu, pembalakan hutan, perburuan satwa liar, pembakaran hutan, penebangan liar, bahkan juga illegal loging (nyaris) tak pernah luput dari agenda para perusak lingkungan. Ironisnya, para elite negeri ini seolah-olah menutup mata bahwa ulah manusia yang bertindak sewenang-wenang dalam memperlakukan lingkungan hidup bisa menjadi ancaman yang terus mengintai setiap saat.

Mengapa bencana demi bencana terus terjadi? Bukankah negeri ini sudah memiliki perangkat hukum yang jelas mengenai Pengelolaan Lingkungan Hidup? Bukankah Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Pendidikan Nasional telah membangun kesepakatan bersama tentang pendidikan lingkungan hidup? Namun, mengapa korban-korban masih terus berjatuhan akibat rusaknya lingkungan yang sudah berada pada titik nadir? Siapa yang mesti bertanggung jawab ketika bumi ini tidak lagi bersikap ramah terhadap penghuninya? Siapa yang harus disalahkan ketika bencana dan musibah datang beruntun menelan korban orang-orang tak berdosa?

Saat ini agaknya (nyaris) tidak ada lagi tanah di Indonesia yang nyaman bagi tanaman untuk tumbuh dengan subur dan lebat. Mulai pelosok-pelosok dusun hingga perkotaan hanya menyisakan celah-celah tanah kerontang yang gersang, tandus, dan garang. Di pelosok-pelosok dusun, berhektar-hektar hutan telah gundul, terbakar, dan terbabat habis sehingga tak ada tempat lagi untuk resapan air. Satwa liar pun telah kehilangan habitatnya. Sementara itu, di perkotaan telah tumbuh cerobong-cerobong asap yang ditanam kaum kapitalis untuk mengeruk keuntungan tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan. Polusi tanah, air, dan udara benar-benar telah mengepung masyarakat perkotaan sehingga tak ada tempat lagi untuk bisa bernapas dengan bebas dan leluasa. Limbah rumah tangga dan industri makin memperparah kondisi tanah dan air di daerah perkotaan sehingga menjadi sarang yang nyaman bagi berbagai jenis penyakit yang bisa mengancam keselamatan manusia di sekitarnya.

Sebenarnya kita bisa banyak belajar dari kearifan lokal nenek moyang kita tentang bagaimana cara memperlakukan lingkungan dengan baik dan bersahabat. Meski secara teoretis mereka buta pengetahuan, tetapi di tingkat praksis mereka mampu membaca tanda-tanda dan gejala alam melalui kepekaan intuitifnya. Masyarakat Papua, misalnya, memiliki budaya dan adat istiadat lokal yang lebih mengedepankan keharmonisan dengan alam. Mereka pantang melakukan perusakan terhadap alam karena dinilai bisa menjadi ancaman besar bagi budaya mereka. Alam bukan hanya sumber kehidupan, melainkan juga sahabat dan guru yang telah mengajarkan banyak hal bagi mereka. Dari alam mereka menemukan falsafah hidup, membangun religiositas dan pola hidup seperti yang mereka anut hingga kini. Memanfaatkan alam tanpa mempertimbangkan eksistensi budaya setempat tidak beda dengan penjajahan. Namun, sejak kedatangan PT Freeport Indonesia, keharmonisan hubungan masyarakat Papua dengan alam jadi berubah. Saya kira masih banyak contoh kearifan lokal di daerah lain yang sarat dengan pesan-pesan moral bagaimana memperlakukan lingkungan dengan baik.

Namun, berbagai peristiwa tragis akibat parahnya kerusakan lingkungan sudah telanjur terjadi. “Membangun tanpa merusak lingkungan” yang dulu pernah gencar digembar-gemborkan pun hanya slogan belaka. Realisasinya, atas nama pembangunan, penggusuran lahan dan pembabatan hutan terus berlangsung. Sementara itu, hukum pun makin tak berdaya menghadapi para “bromocorah” lingkungan hidup yang nyata-nyata telah menyengsarakan jutaan umat manusia. Para investor yang nyata-nyata telah membutakan mata dan tidak menghargai kearifan lokal masyarakat setempat justru dianggap sebagai “pahlawan” lantaran telah mampu mendongkrak devisa negara dalam upaya mengejar pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa.

Meskipun demikian, hanya mencari “kambing hitam” siapa yang bersalah dan siapa yang mesti bertanggung jawab terhadap kerusakan lingkungan hidup bukanlah cara yang arif dan bijak. Lingkungan hidup merupakan persoalan kolektif yang membutuhkan partisipasi semua komponen bangsa untuk mengurus dan mengelolanya. Pemerintah, tokoh-tokoh masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), semua warga masyarakat, dan komponen bangsa yang lain harus memiliki “kemauan politik” untuk bersama-sama menjaga kelestarian lingkungan hidup dari ulah tangan jahil para preman dan penjahat lingkungan. Hal itu harus dibarengi dengan tindakan hukum yang tegas terhadap pelaku kejahatan lingkungan hidup yang nyata-nyata telah terbukti menyengsarakan banyak umat manusia. Pedang hukum harus benar-benar mampu memancung dan memenggal kepala para penjahat lingkungan hidup untuk memberikan efek jera dan sekaligus memberikan pelajaran bagi yang lain.

Yang tidak kalah penting, harus ada upaya serius untuk membudayakan cinta lingkungan hidup melalui dunia pendidikan. Institusi pendidikan, menurut hemat saya, harus menjadi benteng yang tangguh untuk menginternalisasi dan menanamkan nilai-nilai budaya cinta lingkungan hidup kepada anak-anak bangsa yang kini tengah gencar menuntut ilmu. Nilai-nilai kearifan lokal masyarakat setempat perlu terus digali dan dikembangkan secara kontekstual untuk selanjutnya disemaikan ke dalam dunia pendidikan melalui proses pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Pola dan gaya penyajiannya pun tidak bercorak teoretis dan dogmatis seperti orang berkhotbah, tetapi harus lebih interaktif dan dialogis dengan mengajak siswa didik untuk berdiskusi dan bercurah pikir melalui topik-topik lingkungan hidup yang menarik dan menantang.

Lingkungan hidup yang disemaikan melalui dunia pendidikan tidak harus menjadi mata pelajaran tersendiri, tetapi disajikan lintas mata pelajaran melalui pokok-pokok bahasan yang relevan. Dengan kata lain, lingkungan hidup tidak cukup hanya menjadi tanggung jawab guru Geografi atau IPA saja, misalnya, tetapi harus menjadi tanggung jawab semua guru mata pelajaran.

Mengapa budaya cinta lingkungan hidup ini penting dikembangkan melalui dunia pendidikan? Ya, karena jutaan anak bangsa kini tengah gencar menuntut ilmu di bangku pendidikan. Merekalah yang kelak akan menjadi penentu kebijakan mengenai penanganan dan pengelolaan lingkungan hidup yang baik. Menanamkan nilai-nilai budaya cinta lingkungan hidup kepada anak-anak bangsa melalui bangku pendidikan sama saja menyelamatkan lingkungan hidup dari kerusakan yang makin parah. Dan itu harus dimulai sekarang juga. Depdiknas yang memiliki wewenang untuk menentukan kebijakan harus secepatnya “menjemput bola” agar dunia pendidikan kita mampu melahirkan generasi masa depan yang sadar lingkungan dan memiliki kepekaan terhadap persoalan yang dihadapi masyarakat dan bangsanya. Nah, bagaimana? ***

Minggu, 06 Juli 2008

Kerusakan Alam Yang Telah Merajalela

Bumi ini semakin lama memang semakin tua umurnya ini dibuktikan dengan tipisnya ozon bumi kita ini. Memang kita sebagai manusia tidak menyadarinya. Karena sifat manusia yang serakah dan tidak pernah puas akan keinginannya. Selain karena umur bumi yang semakin tua kerusakan yang terjadi di bumi sekarang ini juga disebabkan oleh tibgkah laku dari manusia yang tidak bertanggung jawab. Sebenarnya kita sebagai manusia yang berpendidikan haruslah sadar akan keadaan alam disekitar kita. Kita sebagai salah satu mahkluk hidup yang diciptakan oleh TUHAN kita untuk menempati planet biru ini seharusnya bersyukur karena bumi merupakan satu-satunya planet yang layak dan aman untuk dihuni oleh mahkluk hidup.

Saat ini kita banyak sekali menemui kerusakan-kerusakn yang membuat bumi kita menderita. Salah satunya yang telah menjadi diskusi dari seluru negara yaitu semakin tipisnya lapisan ozon di bumi. Padahal seperti yang kita ketahui ozon merupakan salah satu lapisan yang amat sangat penting dalam kehidupan di bumi ini. Bahaya akan rusaknya lapisan ozon sangatlah fatal bagi kehidupan di bumi ini. Tembusnya sinar ultraviolet (sinar UV) kebumi merupakan salah satu akibat dari rusaknya lapisan ozon. Seperti yang kita ketahui sinar UV jika terus menerus mengenai kulit kita dapat menyebabkan kanker kulit. Mencairnya es dikutub merupakan salah satu bahan diskusi PBB dalam permasalahan bumi kita ini. Mencairnya es dikutub dapat mengakibatkan naiknya permukaan laut dibumi sehingga mempunyai bahaya akan banjir besar yang memakan banyak korban.

Bukan hanya itu kerusakan alam dibumi kita saat ini banyak sekali kejadian alam seperti gempa bumi, banjir, tsunami, kebakaran hutan, gunung meletus. Berita-berita tersebut tidaklah menjadi suatu kejadian yang jarang tetapi sudah menjadi suatu kebiasaan yang setiap saat kita dengar. Seperti yang kita ketahui pada akhir bulan September 2007 di Indonesia sendiri terjadi banyak gempa di Pulau Sumatra yang telah menelan banyak korban. Itu belum terhitung dengan adanya kebakaran hutan dan penebangan liar yang saat ini lagi marak dilakukan. Hal ini juga belum termasuk dengan kejadian alam yang terdapat di luar negeri seperti gempa di Filipina dan lainnya.

Hal ini telah banyak membuktikan bahwa manusia saat ini telah menelantarkan alam sekitar kita. Tetapi tidak semua manusia di bumi ini tidak peduli dengan alam. Saat ini banyak sekali organisasi-organisasi pecinta alam yang didirikan oleh pemuda-pemudi yang cinta akan alam disekitar mereka. Tetapi usaha mereka tidak akan berjalan dengan baik jika tidak didukung dengan partisipasi kita sebagai manusia yang berpendidikan dan memperhatikan lingkungan. Akankah kita menginginkan musibah alam akan terjadi berulang-ulang????????????

Tentu tidak. Tetapi jika tidak apa usaha kita ?????????????? Itulah pertanyaan yang sering ditanyakan dan belum diketahui jawabannya.

Perubahan Iklim


Pada saat ini, bahan bakar fosil (fossil fuel) masih menjadi tumpuan utama sumber energi, yaitu minyak bumi, batubara dan gas alam. Dalam pemanfaatannya selama ini di Indonesia telah terjadi eksploitasi yang sangat masif yang telah mengakibatkan Indonesia dalam waktu dekat akan mengalami krisis energi akibat habisnya cadangan sumber-sumber energi tak terbarukan ini. Diperkirakan dalam 15 tahun Indonesia akan menjadi net-importer minyak bumi jika pada saat tersebut tidak ditemukan cadangan minyak baru.

Selain itu, sumber energi fosil mengakibatkan pencemaran udara yang dihasilkan oleh pembangkit-pembangkit energi tersebut, seperti gas sulfur dioksida (SO2) dan gas-gas rumah kaca (GRK), seperti karbon dioksida (CO2). Banyak penelitian menyebutkan bahwa GRK telah memicu terjadinya pemanasan global akibat adanya efek rumah kaca. Efek rumah kaca terjadi akibat GRK yang terkumpul di atmosfer membentuk selubung yang menghalangi radiasi panas matahari yang dipantulkan bumi tidak dapat lepas ke atmosfer. Lebih lanjut, pemanasan global telah memicu terjadinya perubahan iklim (climate change) yang berdampak pada gangguan di sektor pertanian dan menimbulkan wabah penyakit, seperti malaria.

WALHI menyerukan dilakukan efisiensi energi fosil dan mendorong pemerintah melakukan pencarian alternatif-alternatif sumber energi terbarukan, ramah lingkungan dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat.

makanya.....kalian semua pade jangan boros.....

nie dunia kayak mau kiamat.......

kita wajib menjaga jangan ampe kiamat didunia tiba....

makanya hemat dikit donk.......

demi alam indonesia dan dunia...


Sabtu, 28 Juni 2008

GLOBAL WARNING : AKHIR DARI SEGALANYA

Ancaman pemanasan global mulai menapaki jejak di bumi....
kita sebagai umat manusia wajib sadar dan wajib melawannya.....
kurangi hidup boros.....
mari kita jaga bumi ini agar tetap alami....

Abad ini merupakan kemunduran peradaban manusia bukan kemajuan peradaban manusia. Banyak para ahli mengatakan bahwa sains adalah penyelamat manusia abad modern. Betapa hebatnya, ketika manusia menciptakan, mesin uap, kapal, kereta api, lampu gas, computer, fotografi, AC, lampu gas, pesawat dan berbagai produk yang mengagumkan semua orang di dunia termasuk penulis.

Dan ini merupakan peradaban kemajuan manusia. Di sinilah muncul bahwa manusia adalah mahluk sempurna, luar biasa. Marxisme juga menyatakan sains sebagai penyelamat kehidupan. Dan manusia, pada akhirnya menjadi penguasa segala bidang, baik dari social, ilmu pengetahuan, sampai-sampai menjajah bulan. Sadar tidak sadar pada saat bersamaan manusia menjadi tuan penguasa alam, penguasa dirinya sendiri-bebas. Mengutip Toffler bahwa “Tujuan akhir kemenangan sains subyeksi proses evolusi itu sendiri untuk manusia yang sadar”.

Kekuasaan diatas kekuasaan kekuatan rasionalitas manusia tidak bisa dipungkiri lagi. Dan, kekuasaan dan kekuatan merupakan tujuan utama manusia tanpa harus memikirkan dampak dari kehidupan ekologis. Namun, bukan pesimis sains sudah terbukti tidak lagi mengenal batas kemanusian dan ekosistim kehidupan. Ternyata sains di abad globalisasi ini berbeda dengan tujuan yang diharapkan. Ilmuwan tetap mengatakan dengan kredo humanistik bahwa pekerjaannya demi kebaikan manusia sebagai alat untuk menyelamatkannya.

Terbukti, riset untuk sains memerlukan uang yang banyak. Dan, ironisnya ilmuwan tahu bahwa proyeknya harus dijual belikan. Dewasa ini sains sepenuhnya dikuasai oleh militer dan sistim ekonomi kapitalis global. Bisnis tetap bisnis, sains tidak bisa menghidupi dirinya sendiri dan akhirnya membunuh kehidupan ekologis.

Mengutip Robert Musil, matematika, Ibu sains alam eksak, nenek ilmu mesin juga ibu jauh sains yang memiliki semangat darinya, pada akhirnya,melahirkan gas beracun dan pesawat tempur. Dan, tujuannya, penulis menyimpulkan bahwa sains adalah mesin pembunuh biosfer kehidupan manusia.

Dari sainslah lahir sistim ekonomi global dan memicu pemanasan global yang membahayakan umat manusia dan kehidupannya. Salah satu ilmuwan abad ini Fritjop Capra dalam penelitiannya bahwa ilmu pengetahuan telah terjebak dalam jalur yang salah dengan menempatkan ilmu fisika sebagai panutan. Menurutnya, dunia sains sudah waktunya mengganti kiblat dari ilmu fisika—ilmu benda-benda mati—menuju ilmu biologi—ilmu tentang benda-benda hidup. Karena secara hirarkis mahluk hidup memiliki kompleksitas lebih tinggi ketimbang benda-benda mati.

Bahaya dari global warning penulis pernah menyampaikannya dalam tulisan yang berjudul Hancurnya Bumi:Ujung dari Global warning. Namun, bahaya kini sudah tidak dipedulikan manusia. Oleh, karena itu manusia merupakan pencipta sistim dan menciptakan bentuk-bentuk baru demi keuntungan ekonomi domain tanpa harus memikirkan bahaya. Pada akhirnya sistim pasarlah yang berbicara. Yang lemah bakal ditindas secara ekonomi. Dalam teori Chaos bahwa pasar merupakan sistim yang hidup dan terus bergerak. Teori usang Adam Smith pun ditinggalkan dengan mengemukakan bahwa dipasarlah proses demokrasi sepenuhnya berjalan dan hak asasi terjunjung.

Terbukti, mereka negara-negara besar (AS, Inggris, Australia, Israel) ribut perang ingin menguasai sumber daya alam di negara-negara lemah dan harus membunuh ribuan juta manusia. Indonesia satu-satunya negara yang taken for granted terhadap invansi mereka meski harus menjual sumber daya alam dan binatang langkanya termasuk manusianya yang berada diambang kemiskinan. Data World Bank tahun 2006 mengemukakan angka kemiskinan di Indonesia mencapai 37-39 juta jiwa dan jumlah pengangguran 10-12 juta jiwa diantara 100 juta angkatan kerja jiwa.

Ekspoitasi alam terus berlanjut meskipun peraturan lingkungan hidup terbaru muncul dalam masyarakat Internasional, produk ramah lingkungan, dan banyaknya perjuangan organisasi pencinta lingkungan dunia, namun deforestasi hutan, kepunahan satwa liar dalam jutaan tahun tak pernah berhenti. Pada Juli 2000, para Ilmuwan yang mencapai kutub Utara diatas kapal pemecah es Rusia Yamal berhadapan dengan suatu pemandangan yang aneh dan mengerikan suatu permukaan air terbuka luas, selebar satu mil, sebagai pengganti es tebal berabad-abad menutupi Samudra Artik (New York Times, (19/08), Tahun 2000). Terbukti, apakah bisa sains dan sistim ekonomi kapitalis globalisasi mempunyai solusi untuk mengatur iklim global terkendali lagi, membuat terumbu karang terbaru, membikin ozone buatan yang bisa melindungi kehidupan mendatang dari pemanasan global.

Adanya bencana artificial manusia bukan murni alam merupakan bukti dari pemanasan global yang dibuat manusia abad ini. Para Ilmuwan yang bertanggungjawab atas riset mereka tidak hanya secara intelektual namun juga secara moral. Sains juga menciptakan produk-produk baru seperti apa yang diungkapkan Jean Baudrillad bahwa di bagian lain dari Samudera Atlantik, kodok-kodok dan tikus tanpa kepala sedang dikloning di laboratorium-laboratorium pribadi, yang dilakukan sebagai persiapan untuk pengkloningan tubuh-tubuh manusia tanpa kepala yang nantinya akan dipergunakan sebagau sumber-sumber donasi organ tubuh.

Belum lagi, akibat dari sains melahirkan spesies baru yakni terjadi pada kasus Henrietta Lacks, sel-sel tumor yang diambil sebagai sampel dari tubuhnya yang kemudian dikembangbiakan di sebuah laboratorium akan terus berlanjut berkembang biak tanpa batas. Bahkan, sel-sel tersebut membentuk spesemen luar biasa dan mematikan sehingga menyebar ke seluruh dunia dan bahkan bisa hidup di luar angkasa, yaitu di permukaan Satelit AS Discoverer 17. Secara tidak sadar, kita dibunuh oleh perbuatan kita sendiri sebagai manusia. Manusia itu memang tidak pilih-pilih kasih; dia sendiri dengan senang hati akan bersedia menjadi kelinci percobaan seperti halnya makhluk-makhluk yang lain, baik yang hidup maupun yang mati.

Manusia dengan penuh semangat bermain-main dengan masa depannya sendiri sebagai sebuah spesies persis sebagaimana dia bermain-main dengan masa depan dari semua makhluk yang lain. Dalam upaya pencariannya yang membuta untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih besar lagi, manusia telah memprogram kehancurannya sendiri dengan keganasan yang sama kejamnya dengan caranya menghancurkan segala hal yang lain. Anda hampir-hampir tak bisa menuduh manusia itu sebagai bersifat egosentris. Manusia mengorbankan dirinya seperti juga mengorbankan segenap spesies lainnya dalam sebuah takdir yang asing dan bersifat coba-coba.

Percobaannya yang mengeluarkan Budget (anggaran nasional) banyak menelurkan bencana – bencana efek pengaruh global warning. Lantas, ujungnya bisa saja jaman es abad lalu kembali lagi yang menghancurkan kehidupan dinosaurus. Bukan berarti penulis pesimis, dan ini bisa saja mungkin terjadi bahwa dunia peradaban modern berjalan mundur bukan maju seperti perhitungan peledakan bom menuju titik awal yakni 0 artinya, menuju kehancuran. Selain itu, Penyakit era globalisasi pun semakin kompleks, mulai dari penyakit jiwa ( Schizoprhenia), AIDS, SARS belum lagi kanker kulit akibat dari radiasi matahari tidak bisa disembuhkan oleh para ahli-ahli di bidangnya tersebut.

Global warning merupakan pintu akhir dari segala batas menuju kepunahan spesies manusia dan organisme lainnya. Oleh karena itu, meski dunia terlambat menanggapinya, bencana-bencana tidak bisa dicegah dengan alat secanggih apapun yang siap menghancurkan ekosistim kehidupan bumi. Meskipun, bakal ada revolusi secara radikal, namun penulis tanpa harus menjadi pesimis memprediksi bahwa ini adalah proses involusi manusia dan mahluk hidup lainnya, seperti ilmu gravitasi yang ditemukan Ensteins bahwa benda jatuh kebawah, namun dewasa ini benda kembali pada asalnya, bukan lagi jatuh ke bawah.